Belajar dari Pesohor: Jaga Semangat, Salurkan Gagasan


Semua jadi lebih mudah. Sejak revolusi digital yang dimulai tahun 1980, era digital semakin berkembang dengan cepat. Mulai dari perkembangan komputer hingga akses terhadap internet. Semua itu memudahkan pekerjaan manusia sebagai pengguna. Tidak hanya pekerjaan kantoran yang memang akrab dengan peralatan tersebut, sekadar menyalurkan gagasan pun jadi lebih mudah.

Dahulu, di tahun 1960an, sebelum revolusi digital dimulai, satu-satunya jalan untuk menyalurkan gagasan ialah lewat media cetak. Jikalau hanya ingin menuliskan jurnal pribadi atau catatan harian, alat yang paling canggih yang bisa digunakan adalah mesin ketik. Tokoh yang hidup di masa itu dan melakukan dua hal tersebut ialah Soe Hok Gie. Sosok panutan yang saya kenal lewat gagasan dan tulisannya, baik yang pernah diterbitkan di media cetak, ataupun catatan hariannya yang terbit jadi sebuah buku 14 tahun setelah ia meninggal.

Ketika membaca pengantar dari Arif Budiman, saudara kandung Soe Hok Gie, dalam Catatan Harian Seorang Demonstran, saya membayangkan betapa semangatnya Gie menuliskan gagasannya. Tengok saja kesaksian dari Arif Budiman berikut ini;
Saya tahu, di mana Soe Hok Gie menulis karangan-karangannya. Di rumah di Jalan Kebon Jeruk, di kamar belakang, ada sebuah meja panjang. Penerangan listrik suram, karena voltase yang selalu turun kalau malam hari. Di sana juga banyak nyamuk. Ketika orang lain sudah tidur, seringkali masih terdengar suara mesin tik dari kamar belakang Soe Hok Gie, di kamar yang suram dan banyak nyamuk itu, sendirian, sedang mengetik membuat karangannya.
Dari Soe Hok Gie, saya belajar tentang semangat yang harus dijaga untuk menyalurkan gagasan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, bisa dibilang, sosok Soe Hok Gie yang menginspirasi saya belajar menulis.
sumber: canva.com
Kini, di era digital, saya pun menyaksikan sejumlah orang yang cerdik memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menyalurkan gagasannya. Lewat sejumlah platfrom seperti blog dan media sosial, mereka menuangkan ide dan gagasannya agar bisa dibagi ke khalayak ramai. Salah satu yang berhasil memanfaatkan perkembangan itu ialah Raditya Dika.

Ya, awalanya Raditya Dika adalah seorang blogger. Pada tahun 2005, ia berhasil memulai karirnya lewat blog yang ia isi dengan cerita-cerita tentang dirinya. Cerita-cerita itu pun diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Kambing Jantan (2005). Tak hanya itu, cerita dari blog Raditya Dika bahkan sempat difilmkan dengan judul yang sama. Hingga saat ini Raditya Dika telah terkenal sebagai pembuat konten kreatif di era digital. Mulai dari film, buku hingga vlog jadi bukti cerdiknya ia memanfaatkan era digital ini. Namun harus diingat, semua itu berawal dari kegiatannya menulis di blog.

Dari pengalaman Raditya Dika itu, saya pun belajar untuk memanfaatkan teknologi yang tersedia. Di akhir tahun 2014, saya membuat blog pribadi untuk sekadar menyalurkan gagasan, ide dan pengalaman saya. Puluhan postingan telah saya buat. Dan tiga postingan saya telah dilihat ratusan kali. Hal itu membuat saya sedikit senang dan bangga, sebab saya pernah mendengar seseorang berkata bahwa tulisan yang baik adalah tulisan yang dibaca banyak orang.

Namun di rentang waktu empat tahun ini, semangat saya seperti timba di sumur; naik dan turun. Niat untuk membuat satu tulisan setiap bulan seringkali tidak terwujud. 

Tetapi, ketika melihat jumlah pembaca di salah satu postingan saya yang mencapai ratusan dan saat teringat dengan semangat menulis Soe Hok Gie, juga melihat prestasi seorang blogger bernama Adi Nugroho, semangat itu kembali hadir membara. Dari mereka berdua saya hendak belajar dan meniru semangat dan konsistensi mereka dalam menulis. 

Maka di tahun 2019 nanti, niat awal tadi harus kembali dipupuk, agar saya bisa menambahkan menu bar baru di blog ini, yaitu menu; Achievments! seperti yang saya jumpai di laman para blogger berperstasi.

sumber: canva.com

Comments

  1. Inspirasi bisa datang dari mana saja ya, Kak. Termasuk dari Soe Hok Gie dan Raditya Dika. Semoga resolusi 2019 bisa terwujud. Amin Yaa Rabb.

    Terima kasih atas artikelnya, Kak. Salam hangat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin.., iya terima kasih sudah singgah di blog saya kak. Semoga semakin sukses di tahun 2019 kak adhi.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Resensi Buku Biografi Lafran Pane - Ahmad Fuadi

Resensi : The Idiots Kisah Tiga Mahasiswa Konyol

Catatan Bedah Film Kala Benoa