Ihwal Pemuda


Bangun pemuda pemudi Indonesia
……..
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

            Lirik lagu nasional di atas mungkin sudah jarang didengar. Bisa jadi sekali setahun, Saat ada perayaan hari nasional. Walaupun lagu ini diciptakan zaman penjajahan Jepang, lirik lagu ciptaan Alfred Simanjuntak ini masih sangat tepat jadi pengingat untuk para pemudi pemuda Indonesia di setiap zaman.
            Para pemudi pemuda memang mengemban tugas masa depan. Masa yang tentu memilki tantangan yang berbeda dari zaman dahulu dan kini. Perbedaannya seperti saat berperang. Jika dahulu pemuda berperang menggunakan senjata, saat ini, berperang cukup dengan mengumbar kata-kata di sosial media. Jika dahulu tulisan bernada patriotik terpampang di tembok-tembok gedung megah, saat ini cukup dengan meme di dunia maya seluruh orang akan melihatnya.
            Globalisasi dan melaju pesatnya teknologi membuat pertukaran budaya semakin cepat. Hal ini tentu berdampak langsung pada generasi muda. Salah satu dampak paling berbahaya ialah terjadinya krisis identitas. Budaya luar dimakan mentah tanpa pernah diolah dengan akal sehat. Budaya sendiri ditinggalkan karena dianggap kampungan dan ketinggalan zaman.
            Selain itu, seringkali sifat tak mau peduli dan egosime menjangkit pemudi pemuda. Hal itu mungkin karena zaman yang telah nyaman dan sudah jauh dari ancaman. Tak ada lagi penjajah, tak ada lagi rezim penyiksa. Semua terlihat baik-baik saja, dari luar. Tapi entah, saat di lihat lebih dalam seperti apa ?
             Jika sifat ini belum hilang, betapa enaknya penguasa sekarang. Bisa berbuat sesuka hati, tanpa ada yang mengingatkan. Karena para pemuda sudah tidur dengan nyaman dan aman.
            Pejuang dulu-dulu telah mengorbankan seluruh jiwa raga untuk bisa merdeka, berdaulat, dan berdiri di kaki sendiri. Sekarang, setelah merdeka, generasi muda mestinya mengingat pesan-pesan mereka yang dahulu pernah berjuang.
            “Kami mati muda, yang tinggal tulang diliputi debu” tulis Chairil Anwar dalam puisi berjudul Karawang Bekasi. “Kami sudah coba apa yang kami bisa, tapi kerja belum selesai, belum apa-apa” Sang pelopor angkatan 45 ini melanjutkan,
            Kenang, kenanglah kami
            Teruskan, teruskan jiwa kami
           
            Kami sekarang mayat
            Berilah kami arti
            Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian.       
            Para pemuda memang seringkali disebut sebagai generasi penerus bangsa. Namun, seniman masyhur, WS Rendra menanyakan makna kata “generasi penerus” itu. “Tidak ada generasi penerus, apanya yang mau diteruskan ? generasi muda harus tampil sebagai tandingan agar senior sadar…” ujar penyair sajak Sebatang Lisong ini.
            Contoh generasi muda yang menjadi tandingan bisa kita lihat saat peristiwa Rengasdengklok. Sukarni dan Sayuti Melik adalah kaum muda yang patut dicontoh. Ketika Sukarno dan Bung Hatta masih menunggu perintah Jepang, kaum muda mengingatkan. Bayangkan saja, jika tidak didesak dan diingatkan, proklamasi kemerdekaan mungkin tidak akan dikumandangkan, 17 Agustus 1945.
Chairil Anwar telah mengingatkan, lewat puisi puisinya. Sejarah pemudi pemuda juga turut serta. Saat tulisan ini dibuat, saya pun mengingatkan diri sendiri. Jangan tidur, bangun, karena masa yang akan datang kewajibanmu lah. Menjadi tanggunganmu terhadap nusa.
Tulisan ini dimuat pertama kali di koran kampus identitas Unhas tahun 2016

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Buku Biografi Lafran Pane - Ahmad Fuadi

Resensi : The Idiots Kisah Tiga Mahasiswa Konyol

Catatan Bedah Film Kala Benoa