Review Ingrid Goes West; Melihat Pemanjat Sosial Beraksi

 

gambar; the new york times.

Di era kiwari ini, kehidupan bahagia orang lain begitu sering dijumpai. Senyum ceria dan tawa bahagia yang dibekukan dalam sebuah potret, ataupun, kehidupan mewah bergelimang harta yang ditampilkan dalam bentuk video, lalu dipamerkan di lini masa sosial media, merupakan hal yang biasanya dijadikan sebagai ajang untuk mendapatkan atensi dan status sosial tertentu.

Tapi, semua kemewahan yang ditampilkan di sosial media itu tidak hanya menghasilkan puja puji saja. Kesepian dan tingkah konyol adalah sisi lain dari perebutan perhatian di lini masa. Seperti yang dilakukan Ingrid Thorburn, seorang tokoh rekaan dalam film Ingrid Goes West (2017). Ingrid rela memanipulasi dirinya agar bisa berteman dan menjalani hidup sempurna bersama idolanya.

Aubrey Crhistina Plaza yang berperan sebagai Ingrid dalam film ini, digambarkan sebagai perempuan muda dengan emosi yang tidak stabil. Akibat kecanduan dan terlalu sering melihat kehidupan bahagia orang lain lewat sosial media, Ingrid jadi terobsesi untuk dekat dan menjalani hidup seperti idolanya.

Ingrid melalui hari-harinya sebagai menjadi pecandu sosial media. Melihat postingan, mengetuk like dan berkomentar, hanya itu yang ia lakukan. Dari satu akun ke akun lain. Mata dan pikirannya terus dipenuhi dengan kehidupan orang lain yang dipamerkan di dunia maya.

Hingga saat, Ingrid membaca sebuah majalah yang memuat artikel berisi profil Taylor Sloane, seorang social media influencer. Insting Ingrid bereaksi. Ia lalu mencari tahu dan mengikuti akun sosial media Taylor. Lewat postingan-postingan Taylor, Ingrid melihat sebuah kehidupan yang begitu sempurna dan bahagia. Hingga Ingrid pun menjadi terobsesi kepada Taylor.

Film yang berudurasi 98 menit ini, selanjutnya menampilkan banyak satir dan dark comedy yang menyinggung kehidupan kaum urban. Aubrey Plaza yang memerankan Ingrid begitu berhasil berakting dan menampilkan banyak tindakan konyol, yang dilakukan hanya untuk bisa dekat dan berteman dengan Taylor.

Lewat sosok Ingrid, kita menyaksikan betapa konyol dan menyedihkannya kehidupan seorang pemanjat sosial.

Ciri Pemanjat Sosial

Seorang psikolog, Irene S Levine Ph.D, lewat tulisannya di psychologi today, menguraikan delapan ciri orang yang terindikasi sebagai social climber atau pemanjat sosial. Pertama, seorang pemanjat sosial amat sangat mementingkan status “siapa” dan “punya apa” teman yang bakal ia dekati. Kedua, di dalam percakapan, seorang pemanjat sosial bakal sering menyebutkan nama-nama orang penting yang dia tahu, dan mencocokkan dengan nama orang-orang penting yang dikenal oleh lawan bicaranya.

Ketiga, penampilan adalah segalanya. Penilaian seorang pemanjat sosial terhadap busana atau aksesoris yang dipakai menjadi perhatian tersendiri, mulai dari brand ternama hingga harga barang yang digunakan. Seorang pemanjat sosial selalu berusaha agar terlihat ‘pantas’ untuk berada di komunitasnya.

Yang keempat, seorang pemanjat sosial dapat menjadi orang yang begitu lihai mencari perhatian  kepada “orang penting” yang baru dia kenal lewat temannya. Bahkan, saking lihainya, seorang pemanjat sosial bisa menjadi lebih dekat ke “orang penting” tersebut, daripada teman yang mengenalkannya.

Seorang pemanjat sosial juga memiliki kepandaian memanfaatkan kesempatan. Seringkali, lingkaran orang-orang yang dia kenal bakal dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan dirinya. Itulah yang kelima.

Yang keenam, seorang pemanjat sosial tidak mempunyai empati terhadap orang-orang yang dikenalnya. Bagi pemanjat sosial, berteman dan saling mengenal adalah dua hal yang berbeda. Intinya, mereka berteman tapi tidak dapat disebut akrab.

Selanjutnya, yang ketujuh, pemanjat sosial selalu punya agenda bergengsi. Dan yang kedelapan, mereka punya keinginan menjadi pengontrol di komunitasnya, tetapi mereka juga siap dan tidak terganggu menjadi bahan gosip dan olok-olokkan orang-orang di sekitarnya.

Delapan ciri yang diuraikan ini dapat dijumpai di banyak adegan di dalam film Ingrid Goes West. Seperti, tingkah konyol Ingrid yang memanipulasi cara berpakiannya supaya terlihat pantas, dan upaya-upaya yang Ingrid lakukan agar bisa berada dalam satu bingkai bersama Taylor dan teman-temanya. Saya kira, dua fragmen itu adalah sindiran yang sangat pas untuk para pemanjat sosial di dunia nyata.

Hidup seperti Dan Pinto adalah solusi

Tokoh rekaan bernama Dan Pinto yang diperankan oleh O’Shea Jakcson Jr, seakan menjadi solusi dari kehidupan konyol sosok Ingrid. Jika Ingrid begitu terobsesi pada kehidupan orang lain, Dan Pinto malah sebaliknya, ia hanya ingin menjadi dirinya sendiri, menjadi sosok yang otentik. Dan Pinto ingin terus menghidupi mimpinya menjadi seorang penulis skenario film superhero batman.

Walaupun terdengar aneh, namun Dan Pinto tetap antusias menjalani hidupnya. Ia bahkan menamakan mobil truknya dengan nama Bat Mobile. Dalam sebuah percakapan di tengah makan malam romantis dengan Ingrid, Dan Pinto terus membicarakan soal batman, dan Ingrid terlihat tak peduli soal itu.

Dalam satu fragmen, Dan Pinto bahkan berdebat dengan Ingrid karena dilarang membicarakan hal ihwal yang berhubungan dengan batman dihadapan Taylor dan teman-temannya. Ingrid takut hal itu terdengar tidak keren dan membuatnya malu karena minat aneh Dan Pinto. Tetapi, meski mendapat penolakan dari Ingrid, Dan Pinto tetap menjadi dirinya sendiri, topi yang diberikan Ingrid serta merta diganti sesuai dengan yang Dan Pinto sukai. “Aku akan bicara soal batman sekarang,” ujar Dan.

Di fragmen akhir, ketika semua topeng kepalsuan Ingrid dan Taylor terlepas, akan tersirat pesan utama film ini, yakni; jadilah diri sendiri dan berhenti menjadi orang lain!

Comments

Popular posts from this blog

Resensi : The Idiots Kisah Tiga Mahasiswa Konyol

Resensi Buku Biografi Lafran Pane - Ahmad Fuadi

Resensi Novel: Tempat Paling Sunyi - Arafat Nur