Mengatasi Hambatan dengan Perubahan Teknologi
Teknologi bisa mengatasi hambatan para pelaku perikanan. Namun,
untuk merubah penggunaan teknologi tradisional ke modern bukanlah hal yang
mudah.
Musim kemarau sudah datang, petani rumput laut akan senang. Sebab
pundi-pundi rupiah akan bertambah seiring dengan rumput laut yang mengering
diterpa sinar matahari. Pengumpul pun datang menjemput rumput laut kering para
petani untuk digudangkan lalu dikirim ke industri pengolahan rumput laut, baik
di pulau Jawa atau di luar negeri.
Namun bila musim hujan tiba, para petani rumput laut terpaksa gigit jari,
karena tak ada pemasukan, akibat tak bisa mengeringkan rumput laut. Padahal,
saat musim hujan, harga rumput laut biasanya melonjak tinggi karena kurangnya
stok yang siap jual. Semestinya di musim hujan, para petambak/petani rumput laut
dapat memanfaatkan moment tersebut.
Seandainya saja ada teknologi pengeringan rumput laut di musim hujan, para
petambak tentu akan meraup pendapatan yang berlebih dan pelaku industri rumput
laut pun akan tenang karena stok tersedia di musim apa saja.
Tidak hanya petambak saja yang membutuhkan teknologi penunjang. Nelayan
tangkap juga sering terkendala pada ketersediaan teknologi dalam hal daya jangkau
kapal dan penanganan pasca tangkap. Kebanyakan kapal nelayan tradisional tidak
dapat menjangkau daerah penangkapan (fishing
ground) potensial karena teknologi dan ukuran kapalnya belum memadai. Hal
itu menyebabkan tidak adanya kepastian jumlah tangkapan yang diperoleh. Selain
itu, teknik penanganan dan penyimpanan ikan nelayan tradisional juga sangat
sederhana, sementara tubuh ikan sangat cepat mengalami perubahan fisik maupun
kimia yang berujung pada pembusukan.
Pemanfaatan teknologi perikanan modern oleh nelayan di Indonesia memang
belum masif. Nelayan negeri ini sebagian besar masih menggunakan cara-cara
tradisonal. Data dari survei Badan Pusat Statistik (BPS) hasil sensus tahun
2003-2013 menunjukkan jumlah nelayan tradisional sebanyak 864 ribu dan nelayan
budi daya berjumlah 1,2 juta.
Masih belum masifnya penggunaan teknologi yang dapat menunjang dan
meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir memang patut disayangkan. Di era
teknologi seperti sekarang, semestinya sosialisasi pamahaman dan keterampilan
menggunakan teknologi penunjang, seperti fish
finder untuk nelayan tangkap dan penerapan metode rumah kaca untuk petambak
rumput laut, sudah masuk ke masyarakat pesisir.
Akan tetapi, ada pula nelayan yang salah dalam memanfaatkan teknologi. Praktik
penangkapan ikan yang merusak (destrucktive
fishing) mengunnakan bom dan zat kimia (potasium) yang dapat merusak karang
juga termasuk dalam pemanfaatan teknologi, walaupun disalahgunakan.
Dari tradisional ke modern
Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya berjudul Rekayasa Sosial, ada tiga
hal yang berperan besar untuk terwujudnya suatu perubahan. Pertama, ideas atau gagasan. Kedua, figur atau
tokoh, dan ketiga, gerakan sosial.
Dalam masyarakat tradisional, menciptakan suatu ideas atau gagasan baru biasanya akan mengalami banyak hambatan.
Ciri khas masyarakat tradisional yang cenderung tertutup pada hal-hal baru
ialah musababnya. Pola pikir mencari keuntungan (profit motive) juga baiknya dimanfaatkan untuk merubah perilaku
penggunaan teknologi dari yang tradisional ke teknologi modern. Namun pola
pikir seperti itu juga dapat menjadi bumerang bagi lingkungan apabila teknologi
disalahgunakan, seperti penggunaan bom dan potasium.
Oleh karena pola pikir tradisional yang cenderung tertutup itu, dibutuhkan
intervensi dari masyarakat di luar kelompok (out group) mereka. Disinilah universitas dapat mengambil peran.
Penciptaan gagasan dan teknologi baru yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat
diharapkan lahir dari rumah para intelektual itu. Lantas bagaimana peranan
universitas selama ini? Apakah gagasan hasil penelitian para mahasiswa, dosen
dan guru besarnya sudah tersebar dan diterapkan oleh masyarakat pesisir?
Peranan figur atau tokoh dalam penyebaran ideas (gagasan) ke masyarakat juga berpengaruh bagi perubahan.
Seperti Menteri yang bisa memakai powernya
dengan membuat peraturan dan bantuan. Tak lupa, setelah peraturan dibuat dan
bantuan disalurkan, para penyuluh dapat bergerak menyebarkan gagasan tersebut. Selain
Menteri, figur yang menentukan berhasilnya perubahan perilaku penggunaan
teknolgi dari tradisional ke modern ialah tokoh yang disegani di masyarakat
pesisir, seperti para Punggawa di nelayan tangkap.
Gerakan sosial, ialah terakhir yang berpengaruh pada proses perubahan. Sinergi
antara hadirnya ideas (gagasan) dan peranan figur merupakan kunci dari hal
terkahir ini. Gerakan sosial akan hadir, jika dilakukan oleh masyarakat itu
sendiri. Sebab, pada akhirnya, masyarakat pesisir sendiri yang akan menentukan
terwujudnya tidaknya suatu perubahan.
Semoga, suatu saat nanti, petambak dan nelayan Indonesia dapat mengejar
ketertinggalan dalam pemanfaatan teknologi perikanan.
Jika teknologi telah
dikuasai, maka di musim apapun para petambak dapat mengeringkan rumput lautnya,
para nelayan tangkap akan lebih efektif dan efisien dalam menentukan fishing ground, sehingga pundi-pundi
masyarakat pesisir mendapat kepastian.
Comments
Post a Comment