Keinginan Untuk Terbang
Bersembunyi
di balik tirai
Memandang
jalan
Gadis kecil
ingin keluar
Menantang alam
…
Tapi disana
hujan
Tiada berkesudahan
Tapi disana
hujan turun membasahi semua sudut kota
Hapus tiap
jejak jalan pulang
-Di atas Kapal Kertas, Banda Neira-
Pernahkah
kalian berpikir seperti gadis kecil dalam lirik lagu Banda Neira diatas? Ingin
menantang alam. Keluar dari balik tirai, dari dalam rumah. Menghadapi semua
suka dan duka. Merasakan kecewa dan bahagia. Seorang diri, tanpa ibu dan ayah. Tanpa
mengeluh kepada mereka berdua. Seperti anak burung yang hendak terbang lepas
dari sarang. Dalih ingin mandiri, ingin meraih impian dan cita-cita. Berangkat dengan
penuh harap, sayap di punggung kita bakal terbang tanpa pernah ingat kata
pulang.
Ya,
saya sendiri tengah berpikir seperti gadis kecil dalam lagu itu. Bahkan sudah
lama saya hendak meninggalkan rumah ini. Membandingkan diri dengan mahluk lain -hewan-
yang hanya butuh beberapa bulan untuk bisa mandiri dari induknya, membuat
keyakinan diri untuk pergi semakin besar.
Hidup
ini seperti benalu, pikirku. Jika terus tinggal dalam tanggungan orang tua.
Sayap sudah seharusnya dikepakkan untuk terbang seorang diri mencari makan.
Jangan mau terus disuapi. Malulah jadi benalu.
Tapi,
saat keinginan untuk pergi semakin besar, seketika terbayang air mata ibu bakal
terus mengalir membasahi pipi. Semangat untuk pergi tanpa pernah ingat kata
pulang perlahan pudar dalam dada, seiring bergantinya lagu Banda Neira. Tak
mungkin kita pergi tanpa kembali lagi mengingat kasih ibu dan ayah begitu besar
selama ini.
Oh ibu tenang
sudah
Lekas seka
air matamu
Sembabmu malu
dilihat tetangga
…
Oh ayah
mengertilah
Rindu ini tak
terbelenggu
Laraku setiap
teringat peluknya
…
Kini kamarnya
teratur rapi
Ribut
suaranya tak ada lagi
-Di Beranda, Banda Neira-
Kembali
lagu Banda Neira mengalun di telinga dan dalam pikiran. Membuat saya tahu,
betapa menyiksanya rasa rindu jika ditinggal pergi oleh anak sendiri. Lagu ini
begitu menyentuh. Lagu ini membuat saya membayangkan kedua orang tua saya tengah
menanti di beranda depan rumah. Seketika perasaan ingin pergi berganti menajadi
ingin selalu pulang dalam peluk ayah dan ibu.
Dan jika
suatu saat
Buah hatiku,
buah hatimu
Untuk sementara
waktu pergi
Usahlah kau
pertanyakan kemana kakinya kan melangkah
Kita berdua
tahu, dia pasti pulang kerumah
-Di
Beranda, Banda Neira-
Ya,
‘Pulang’. Mungkin kata inilah yang membedakan kita dengan mahluk lain-hewan.
Mereka tidak mengenal kata pulang pada pelukan ayah dan ibu-Induk. Setelah
dibesarkan dan tahu cari makan, mereka tak peduli lagi pada induknya. Maukah
kita seperti itu? Tentu tidak.
Maka
usaha untuk terbang mesti disegarakan. Tetap teguh untuk malu jadi benalu. Dan
jika sudah mampu terbang, jangan lupa untuk pulang. Sebab ayah dan ibu menunggu
di beranda depan rumah untuk kita kembali datang.
Comments
Post a Comment